Jumat, 14 Oktober 2011

SAHABAT

Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan,
tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah. 
Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya ... 
Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya. 
Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur -disakiti, diperhatikan - dikecewakan, didengar - diabaikan, dibantu - ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian. 
Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya. 
Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah. 
Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.
Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.
Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya. 
Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya. 
Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri ** 
"Dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. 
Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita"
Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan. 
Siapa yang berada di samping anda ?? 
Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai ??
Siapa yang ingin bersama anda saat anda tak bisa memberikan apa-apa ?? 
MEREKALAH SAHABAT ANDA Hargai dan peliharalah selalu persahabatan anda dengan mereka.

Ancaman Terhadap Orang yang mengajak Kebaikan

Penulis: asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah 
Mulailah dari dirimu sendiri dan berusahalah menasihati teman-temanmu 
Dan perintahkanlah kepada teman-temanmu berbuat kebaikan 
Dan laranglah mereka dari kemungkaran agar engkau menjadi orang yang shalih, orang yang baik dan memperbaiki orang lain... 
Ancaman Terhadap Orang yang mengajak Kebaikan dan Melarang Kemungkaran, Tetapi Perkataannya Menyelisihi Perbuatannya Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (al-Baqarah : 44) 
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash- Shaffat : 2-3) 
Dan Allah berfirman mengabarkan tentang Nabi Syuaib alaihissalam :“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan” (Hud : 88) Syarah (Penjelasan) : Berkata Imam Nawawi (semoga Allah merahmati beliau) : “Bab ancaman terhadap orang yang berbuat kebaikan dan melarang kemungkaran sedangkan perkataannya menyelisihi perbuatannya” . Dikarenakan bab sebelumnya (membahas tentang) wajibnya menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran, maka pembahasan yang sesuai (setelah itu) adalah menyebut dalam bab ini ancaman terhadap orang yang menyuruh berbuat baik tetapi tidak mengamalkannya, atau orang yang melarang kemungkaran tetapi ia sendiri melakukannya, (kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu). Yang demikian itu, barangsiapa yang keadaannya seperti ini, maka ia bukanlah orang yang jujur (benar) dalam amar makruf nahi mungkar, karena kalaulah ia orang yang jujur dan benar dalam amar makruf, dan menyakini apa yang ia perintahkan adalah kebaikan, tentulah ia orang yang pertama kali mengamalkannya jika ia orang yang berakal, demikan juga kalau ia melarang dengan suatu kemungkaran, dan ia menyakini kemungkaran itu memberi bahaya, melakukannya merupakan perbuatan dosa, tentulah ia orang yang pertama kali meninggalkannya jika ia orang yang berakal. Maka jika ia memerintahkan kebaikan dan tidak melakukannya, atau melarang kemungkaran sedangkan ia melakukannya, ketahuilah bahwa perkataannya ini tidaklah dibangun diatas aqidah, (kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu). Oleh karena itu Allah mengingkari seseorang yang melakukan hal itu, Allah berfirman : Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (al-Baqarah : 44) 
Pertanyaan dalam ayat diatas adalah pengingkaran, yang artinya bagaimana kalian menyuruh manusia berbuat kebaikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, janganlah kalian melakukan seperti ini, sedangkan kalian membaca Al Kitab dan mengetahui kebaikan dan kejelekan, tidakkah kalian berakal? Dan pertanyaan ini adalah untuk menjelekkan; 
Allah berkata kepada mereka : “Bagaimanakah kalian melakukan perbuatan semacam ini? dan sesuatu seperti ini menimpa kalian? Dimana akal-akal kalian jika kalian adalah orang-orang yang jujur? Contoh dari hal ini : seorang lelaki menyuruh manusia untuk meninggalkan riba, akan tetapi ia bermuamalah dengan riba, atau melakukan amalan yang lebih dari riba.
Ia berkata kepada manusia (misalnya) : janganlah kalian mengambil riba dalam bertransaksi dengan Bank, lalu ia sendiri mengambil riba dengan bersiasat, makar dan tipu daya. Tidakkah ia mengetahui bahwa apa yang mereka perbuat dari siasat,makar dan tipu daya lebih besar dosanya dari orang yang memang berniat mengambil riba. Oleh karena itu Ayyub as-Sahtiyani (semoga Allah merahmati beliau) berkata tentang pelaku-pelaku siasat dan makar :
“Sesungguhnya mereka menipu Allah, sebagaimana mereka menipu anak kecil. Kalaulah mereka melakukan dalam bentuk semestinya (memang berniat mengambil riba) tentulah dosanya lebih rendah”. Demikian juga seseorang yang menyuruh manusia untuk mengerjakan shalat, akan tetapi ia sendiri tidak shalat !! maka bagaimanakah hal ini bisa terjadi ? bagaimanakah engkau menyuruh manusia shalat, dan engkau melihatnya suatu kebaikan, lalu engkau meninggalkannya? Apakah ini menunjukkan berakal? Tidak, Tidaklah hal ini menunjukkan perbuatan orang yang berakal, terlebih lagi tidak termasuk dari agama. Hal ini menyelisihi akal, dan kebodohan dalam agama. (kita mohon kepada Allah keselamatan)
Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash Shaffat : 2-3) 
“Wahai orang-orang yang beriman” : Allah memanggil mereka dengan keimanan, karena konsekwensi dari keimanan adalah manusia tidak melakukan hal itu, dan tidak mengatakan apa yang tidak ia kerjakan, kemudian Allah memburukkan mereka dengan firman-Nya : mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?. 
Kemudian Allah jelaskan bahwa perbuatan semacam ini dibenci dan dimurkai disisi Allah, Allah berfirman : “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” 
Dan arti “kebencian” (dalam ayat diatas), berkata para ulama : “Kebencian yang sangat, karena Allah benci dan murka terhadap seseorang yang keadaannya seperti ini, ia mengatakan apa yang tidak ia perbuat. 
        Dan Allah menerangkan kepada hamba-Nya bahwasanya hal yang demikian itu adalah dari hal-hal yang membuat murka Allah agar orang yang beriman menjauhi perbuatan ini. Karena seorang yang benar-benar beriman akan menjauhi apa yang dilarang Allah. 
          Dan Allah berfirman tentang Nabi Syuaib alaihissalam : “Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang” (Hud : 88). Yaitu bahwasanya Nabi Yaqub berkata kepada kaumnya : tidak mungkin aku melarang kalian dari kesyirikan, dan dari mengurangi ukuran dan timbangan sedangkan aku melanggar, sekali-kali tidak mungkin, karena para Rasul (semoga kesejahteraan atas mereka) adalah manusia yang paling suka memberi nasehat kepada mahluk. Dan mereka adalah manusia yang paling besar pengagungannya terhadap Allah, dan paling taat kepada perintah-Nya dan paling jauh terhadap larangan-Nya. Maka tidak mungkin mereka menyelisihi perkara-perkara yang mereka larang kepada manusia dan mereka melanggarnya. 
          Dan dalam hal ini terdapat dalil bahwa manusia yang melanggar apa yang ia larang, atau meninggalkan apa yang ia perintahkan, menyelisihi jalan para Rasul, Karena para Rasul tidak mungkin menyelisihi dari apa yang mereka larang kepada manusia. 
           Dan akan disampaikan (insya Allah) hadits-hadits yang menjelaskan tentang hukuman orang yang meninggalkan apa yang ia perintahkan dan melanggar apa yang ia larang, (Allah-lah yang memberi petunjuk). 
Dari Abu Zaid Usaman bin Zaid bin Haritsah ia berkata : “Saya mendengar Rasulullah berkata :” Didatangkan seorang laki-laki pada hari kiamat, lalu ia dilemparkan kedalam neraka, maka keluarlah usus perutnya, lalu melilitnya sebagaimana keledai mengitari tempat penggilingan tepung. 
Maka berkumpullah ahli neraka dan bertanya : “Wahai fulan mengapa kamu demikian? Bukankah kamu dahaulu menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran ? 
Lalu ia berkata : “ Benar, aku dulu menyuruh berbuat baik tetapi tidak mengerjakannya, dan melarang dari kemungkaran sedangkan aku mengerjakannya.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim). 
Syarah (Penjelasan hadits diatas) : Hadits ini terdapat ancaman keras terhadap orang yang menyuruh berbuat baik sedangkan ia menyelisihi perkataannya : 
      “Didatangkan seorang laki-laki pada hari kiamat” Artinya Malaikat membawanya lalu ia dilemparkan ke neraka, ia tidak dilemparkan dengan lembut, akan tetapi ia dilemparkan sebagaimana batu dilemparkan ke laut (dengan lemparan keras), lalu ususnya berhamburan melilit perutnya (lantaran kerasnya lemparan).
“lalu ususnya melilitnya sebagaimana keledai mengitari tempat penggilingan tepung” 
        Artinya ini adalah perumpamaan untuk menghinakan, ia diumpamakan seekor keledai yang mengitari adonan tepung, (gambarannya, adalah dulu sebelum ditemukan alat modern untuk pengolahan tepung, dahulu dua batu besar diletakkan, dan dilobangi antara keduanya dan diletakkan di batu yang paling atas sebuah pembuka dimana darinya biji gandum masuk. 
           Dan pada pembuka tadi terdapat kayu yang diikat pada punggung keledai, lalu keledai tersebut berputar mengitari tempat penggilingan tepung). Laki-laki yang dilemparkan ke neraka ini berputar, ususnya melilitnya sebagaimana keledai mengitari adonan tepung (semoga Allah melindungi kita), maka penghuni neraka berkumpul dan bertanya kepadanya : “Mengapa kamu? Apa yang menyebabkan kamu masuk neraka sedangkan engkau menyuruh kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran ?” lalu laki-laki itu menjawab :
“Saya dahulu menyuruh berbuat baik sedangkan diriku tidak mengerjakannya”. 
Ia berkata kepada manusia : “Sholatlah kalian! Akan tetapi ia tidak sholat.
Ia juga berkata : “Zakatilah harta-harta kalian ! Akan tetapi ia tidak berzakat. 
Berbuat baiklah kepada orang tua! akan tetapi ia tidak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Demikianlah ia selalu menyuruh berbuat kebaikan akan tetapi ia tidak mengerjakannya. 
“Dan aku melarang dari yang mungkar sedangkan diriku mengerjakannya”
Ia berkata kepada manusia:
Janganlah menggunjing! 
Janganlah makan riba ! 
Janganlah menipu dalam jual beli! 
Janganlah berbuat jelek kepada keluarga dan tetangga ! 
dan semisal ini dari perkara-perkara yang diharamkan, akan tetapi ia mengerjakannya (semoga Allah melindungi kita), Ia menjual dengan riba, menipu, berbuat jahat kepada keluarga, tetangga, dan lainnya. Ia menyuruh berbuat kebaikan dan tidak mengerjakannya, ia melarang dari kemungkaran sedangkan dirinya mendatanginya. 
       (Kita memohon kepada Allah keselamatan), lalu ia disiksa dengan siksaan seperti ini, dan dihina dengan kehinaan ini. Maka wajib bagi seseorang untuk memulai dari dirinya dan menyuruh dirinya untuk berbuat kebaikan dan melarangnya dari berbuat kemungkaran. 
      Karena manusia yang paling besar haknya sesudah Rasulullah adalah dirimu: Mulailah dari dirimu dan laranglah dia dari kejahatannya Jika jiwamu telah berhenti dari kejahatan maka engkau adalah orang bijaksana Mulailah dari dirimu sendiri dan berusahalah menasihati teman-temanmu 
   Dan perintahkanlah kepada teman-temanmu berbuat kebaikan Dan laranglah mereka dari kemungkaran agar engkau menjadi orang yang shalih, orang yang baik dan memperbaiki orang lain. 
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan saya dan kalian orang-orang yang shalih, baik, dan memperbaiki. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia. 
(Maraji': Diterjemahkan dari syarh Riyadhus Shalihin, oleh Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullahu Mahad Al Irsyad Surabaya)

WAJIB MENDAKWAHI ORANG TERDEKAT

[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq] Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin  
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apakah hukum syara terhadap dakwah kepada Allah dalam masyarakat-masyarakat luar, baik itu masyarakat arab ataupun masyarakat lainnya dari Negara-negara asing, karena sesungguhnya banyak dari kalangan du'at yang memusatkan terhadap hal ini dengan penuh semangat? 
Jawaban. Menurut pendapat saya, seseorang hendaknya mendakwahi orang yang terdekat, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala pertama sekali mengutus RasulNya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam (dengan) firmanNya. 
"Artinya : Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat" [Asy-Syu'ara : 214] Maka apabila di dalam negerinya terdapat kesempatan untuk berdakwah dan memperbaiki manusia, maka tidak seyogyanya ia keluar ke negeri lain, walaupun bertentangan dengan mereka. 
        Dan jika tidak terdapat (kesempatan untuk berdakwah) seperti jika negerinya telah sesuai dengan sisi yang diharapkan maka sesungguhnya ia dapat pindah ke (tempat) yang kedua, lalu yang ketiga, dan demikianlah (seterusnya). 
           Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepada NabiNya. "Artinya : Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat" Ia berfirman kepada kaum mukminin secara umum. "Artinya : Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu" [At-Taubah : 123] 
      Adapun pergi ke Amerika atau ke Rusia atau ke (negeri yang) lainnya untuk berdakwah sementara negerinya membutuhkan maka ini tidak termasuk sikap hikmah. (Yang sesuai dengan) hikmah adalah jika seseorang memperbaiki negerinya sebelum yang lain, bahkan keluarganya terlebih dahulu, kemudian orang lain secara bertahap dari yang terdekat berdasarkan prioritas ,dengan mengikuti bimbingan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada NabiNya Shallallahu'alaihi wa sallam.
        [Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq almanhaj.or.id