Selasa, 21 April 2015

RA Kartini

Ini makna hr Kartini sebenarnya :
Suatu ketika RA Kartini mengikuti pengajian yang diberikan oleh Kyai Sholeh Darat di pendopo rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat yang juga merupakan pamannya.

Pada pengajian tersebut, Kartini yang mempunyai pembawaan kritis menyampaikan kegundahannya kepada Kyai Sholeh Darat bahwa selama ini dia dan masyarakat jawa pada umumnya belajar mengaji hanya membaca dan menghafalkan al Quran tanpa mengetahui maknanya.

Kegundahan Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar: menerjemahkan Al Quran ke dalam Bahasa Jawa.

Kiai Sholeh Darat pun memutuskan untuk melanggar aturan Belanda saat itu yang tak mengijinkan penerjemahan Al Qur’an ke dalam bahasa Jawa.

Supaya tidak mencolok, kyai Sholeh Darat menyamarkan terjemahan al Quran dalam bahasa Jawa tersebut dengan menuliskannya menggunakan alfabet arab. Bahasa jawa yang ditulis dengan alfabet arab ini dinamakan arab pegon yang sangat membantu orang jawa pada waktu dalam memahami al Quran.

Kitab tafsir dan terjemahan Qur’an ini diberi nama "Kitab Faidhur-Rohman" yang merupakan tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Kitab tersebut dihadiahkan kepada RA Kartini sebagai hadiah perkawinan.
Melalui terjemahan Mbah Sholeh Darat itulah RA Kartini menemukan salah satu tafsir ayat yang menggugah hati RA Kartini dan senantiasa diulang-ulangnya dalam berbagai suratnya kepada sahabat penanya di Belanda, yaitu surat Al Baqarah ayat 257.

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).”

Kalimat: مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ (minazhzhulumaati ilannuur) dalam ayat tersebut dalam bahasa Belanda adalah : "Door Duisternis Toot Licht"  berarti dari kegelapan menuju cahaya (bukan habis gelap terbitlah terang).

Oleh Armijn Pane ungkapan ini diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang,” yang menjadi judul untuk buku kumpulan surat-menyurat RA Kartini.

Selamat Hari Kartini ...

*)Kyai Shaleh Darat yang juga guru dari Kyai Hasyim Ashari dan Kyai Ahmad Dahlan ini wafat di Semarang pada18 Desember 1903 dan dimakamkan di pemakaman umum “Bergota” Semarang. dalam usia 83 tahun.