Rabu, 30 Juni 2021

Cerita Gadis Yang berkata Buruk

Suatu hari, seorang gadis yang terpengaruh dengan cara hidup masyarakat Barat menaiki sebuah bis mini untuk menuju ke tujuan di wilayah Iskandariah. Malangnya walaupun tinggal di bumi yang terkenal dengan tradisi keislaman, pakaian gadis tersebut sangat menyolok mata. Bajunya agak tipis dan seksi hampir terlihat segala yang patut disembunyikan bagi seorang perempuan dari pandangan lelaki yang bukan mahramnya. Gadis itu dalam usia sekitar 20 tahun. Di dalam bis itu ada seorang tua yang dipenuhi uban menegurnya.


“Wahai pemudi! 


Alangkah baiknya jika kamu berpakaian yang baik, yang sesuai dengan ketimuran dan adat serta agama Islam kamu, itu lebih baik daripada kamu berpakaian begini yang pastinya menjadi mangsa pandangan liar kaum lelaki…”, nasehat orang tua itu.


Namun, nasehat yang sangat bertepatan dengan tuntunan agama itu dijawab oleh gadis itu dengan jawaban mengejek, 


“Siapakah kamu hai orang tua? 


Apakah di tangan kamu ada kunci surga? Atau adakah kamu memiliki sejenis kuasa yang menentukan aku bakal berada di surga atau neraka?”


Setelah menghamburkan kata-kata yang sangat mengiris perasaan orang tua itu, gadis itu tertawa mengejek panjang. Tidak cukup dengan itu, si gadis lantas coba memberikan telepon genggamnya kepada orang tua tadi sambil melafadzkan kata-kata yang lebih dahsyat,


“Ambil handphone-ku ini dan hubungilah Allah serta tolong pesankan sebuah kamar di neraka jahannam untukku,” katanya lagi lantas ketawa terkekeh-kekeh tanpa mengetahui bahwasanya dia sedang mempertikaikan hukum Allah dengan begitu biadab.


Orang tua tersebut sangat terkejut mendengar jawaban dari si gadis manis itu. Sayang wajahnya yang ayu tidak sama dengan perilakunya yang buruk. Penumpang-penumpang yang lain turut terdiam ada yang menggelengkan kepala kebingungan. Semua yang di dalam bis tidak menghiraukan gadis yang masih muda yang tidak menghormati hukum itu dan mereka tidak mau menasehatinya karena khawatir dia akan menghina agama dengan lebih parah lagi. Sepuluh menit kemudian bis pun tiba di perhentian. Gadis seksi bermulut lancang tersebut didapati tertidur di muka pintu bis. Pemandu bis termasuk para penumpang yang lain membangunkannya tapi gadis tersebut tidak sadarkan diri. 


Tiba-tiba orang tua tadi memeriksa nadi si gadis. Sedetik kemudian dia menggelengkan kepalanya. Gadis itu telah kembali menemui Rabbnya dalam keadaan yang tidak disangka. Para penumpang menjadi cemas dengan berita yang menggemparkan itu. Dalam suasana kalang kabut itu, tiba-tiba tubuh gadis itu terjatuh ke pinggir jalan. Orang-orang segera berbuat untuk menyelamatkan jenazah tersebut. Tapi sekali lagi mereka terkejut. 


Sesuatu yang aneh menimpa jenazah yang terbujur kaku di jalan raya. Mayatnya menjadi hitam seolah-olah dibakar api. Dua, tiga orang yang coba mengangkat mayat tersebut juga keheranan karena tangan mereka terasa panas dan hampir terbakar begitu menyentuh tubuh si mayat. Akhirnya mereka memanggil pihak keamanan untuk mengurusi mayat itu. 


Apakah keinginannya memesan sebuah kamar di neraka dikabulkan Allah? Naudzubillah…, 


Sesungguhnya Allah itu Maha Berkuasa di atas segala sesuatu.


Sumber:

(Majalah Mutiara Amaly vol. 21, hal 8-9)


Oleh: Pusat Buku Sunnah

Jumat, 25 Juni 2021

Kajian Hadist 1149


Hadits #1149


وَعَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( الصَّلَوَاتُ الخَمْسُ ، وَالجُمُعَةُ إِلَى الجُمُعَةِ ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ ، مُكَفِّراتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الكَبَائِرُ )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ.


_Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda_

_“Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, dan Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa-dosa yang di antara semua itu, jika dosa-dosa besar dijauhi.”_ 

(HR. Muslim) 

[HR. Muslim, no. 233]


*Faedah Hadits*

🖊️Pertama

Shalat lima waktu yang wajib, shalat Jumat, puasa Ramadhan, dapat menghapuskan dosa dan maksiat.


🖊️Kedua

Hadits ini menunjukkan keutamaan shalat lima waktu.


🖊️Ketiga

Hadits ini menunjukkan keutamaan hari Jumat.


🖊️Keempat

Yang dimaksud dalam hadits “Jumat ke Jumat” adalah dari shalat Jumat ke shalat Jumat.


🖊️Kelima

Hadits ini menunjukkan keutamaan bulan Ramadhan.


🖊️Keenam

Syaikh As-Sa’di menjelaskan surah An-Nisa’ ayat 48 dalam Tafsir As-Sa’di (hlm. 178), _“Dosa di bawah kesyirikan telah dijadikan oleh Allah berbagai bentuk pengampunan dengan sebab yang banyak._ 

_Di antara sebab pengampunan dosa adalah kebaikan yang dapat menghapuskan dosa, musibah yang diperoleh ketika di dunia, cobaan di alam barzakh dan hari kiamat, juga doa seorang mukmin pada mukmin lainnya, termasuk pula syafaat dari orang yang berhak memberikan syafaat. Di atas itu semua ada rahmat (kasih sayang) Allah pada ahlul iman dan orang yang bertauhid.”_


Tentang ayat yang dimaksud, Allah Ta’ala berfirman,


إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا


_“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya._ 

_Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”_ 

(QS. An-Nisa’: 48)


🖊️Ketujuh

Satu waktu ada yang istimewa dari waktu yang lain.


🖊️Kedelapan

Dosa-dosa bisa dihapus dengan syarat menjauhi dosa besar. 

Jika tidak dijauhi, maka dosa-dosa kecil tidak terhapus. Allah Ta’ala berfirman,


إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا


_“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).”_

(QS. An-Nisa’: 31)


🖊️Kesembilan

Dosa besar hanya dihapuskan dengan taubat dan karunia dari Allah.


Minggu, 20 Juni 2021

KELUARGA MUSLIM (Bag. 5 - akhir)

Pemateri: Ustadz Dr. Wido Supraha, M.Si.

Wahai Ayah Bunda Engkau Muaddib 

E. Tadabbur Al-Qur’an Awal Pendidikan


Tidak ada yang bebas nilai di dunia (value-free), seluruhnya terikat dengan nilai (value laden). Jika manusia berpikir tidak dengan Al-Qur’an, maka boleh jadi ia berpikir dengan hawa nafsunya, pengalaman hidupnya (experience), referensi bacaan, dan atau masukan dari lingkungannya (environment), dan seluruhnya bersifat terbatas (limited) dan berpotensi besar mengandung kesalahan (error).


Manusia didorong untuk membaca Al-Qur’an dan memahami isi Al-Qur’an agar setiap keputusan hidupnya dibuat oleh akal yang mengetahui kebenaran Al-Qur’an dan kalbu yang menikmati kandungannya. Dengan kebenaran yang diketahuinya, manusia tidak akan menjadi peragu. Demikianlah target akhir pendidikan Islam adalah melahirkan pribadi yang berakhlak, pribadi yang beradab.


إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ.


Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.


Ayah Bunda yang tidak memiliki kurikulum dalam pendidikan murid/anaknya, maka sejatinya ia memiliki kurikulum juga, yakni kurikulum tanpa kurikulum. Tentu ini bukanlah pilihan yang baik. Kurikulum dengan demikian perlu disusun sedemikian rupa agar terbangun adab, dan tentunya adab terbaik yang ingin dicapai adalah adab berbasis Al-Qur’an, sebagaimana Nabi ﷺ dengan akhlak Al-Qur’an, dengan adab-adab Al-Qur’an.


Sesiapa manusia yang tidak pernah sempat untuk mengambil materi-materi adab dari Al-Qur’an disindir Allah sebagaimana Surat Muhammad [47] ayat 24:


أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ


Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?


Metode mengambil pelajaran dari Al-Qur’an inilah yang disebut dengan tadabbur. Sesiapa yang mentadabburi Al-Qur’an, mulai dari ayat-ayat-nya hingga huruf-huruf-nya, maka ia akan menjadi Mukmin yang kokoh dan tidak seperti buih di lautan. Akan terlahir pribadi yang yakin bukan peragu, dan demikianlah tujuan diturunkan Al-Qur’an. Allah ﷻ berfirman dalam Surat Shad [38] ayat 29:


كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ


Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.


Allah juga berfirman dalam Surat Al-Baqarah [2] ayat 147:


ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ


Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.


Wallahu a'lam bish showab

Kamis, 17 Juni 2021

Perantara Kebaikan Bagi Orang Lain

 Menjalani perkara dunia yang tak lunak, membuat rasa baik pada sesama semakin terkikis. Selalu ada rasa curiga menyelinap terhadap perihal yang belum tentu benar berdasar prasangka. 


Contoh saja, seorang pengemis yang ada diperempatan jalan, terkadang pikiran terlintas 

_“ah, paling pura-pura cacat supaya dapat banyak duit”._ Merogoh receh untuk membantunya enggan dilakukan, tetapi tindakannya seolah benar. 

Sepesimis inikah terhadap hidup yang sedang dijalani orang lain, meskipun kenyataan yang terjadi bisa juga salah.   

 

Ada baiknya melatih diri untuk bersikap dan berbuat baik terhadap apa yang menimpa saudara kita. 

Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya dalam QS An Nahl 128 

_“Sungguh Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan”._ 

Maka anjuran berbuat baik, akan mendekatkan diri padaNya. 

Menghadapi pandemi yang belum usai serta musibah bencana alam yang Allah berikan pada negeri kita, semoga menjadi ladang yang tak perlu menghitung-hitung kebaikan yang sudah diberikan.  


Jadilah perantara kebaikan bagi orang lain orang-orang di sekeliling kita. 

Penuhi diri dengan tangki kebaikan sehingga menjadi kurir yang dinantikan.

Rasulullah SAW bersabda, _"Barang siapa menolong saudaranya yang sedang dalam kebutuhan, maka Allah akan menolongnya dalam kebutuhannya."_ 

(HR Bukhari dan Muslim).

Berapapun balasan pahala yang Allah berikan, semoga berupa surga dan kenikmatan lainnya. Wallahu a’lam

➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Yuk gabung dengan komunitas kami 

https://onedayonejuz.org/daftar

#marimengajitanpatapi #marimengaji #indonesiacintaquran #indonesiacintaalquran

#ngajitiaphari #komunitas #odoj #onedayonejuz #yukngaji #odojer #kurirkebaikan

Rabu, 16 Juni 2021

HORMON KEBAHAGIAAN

Ternyata, hormon kebahagiaan itu dikeluarkan oleh tubuh kita sendiri, yaitu yang disebut hormon ENDORFIN.

Hormon ini membuat rasa bahagia, dan meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga badan lebih kuat, tidak mudah sakit dan berumur panjang.

 Nama hormon ini hampir mirip seperti obat tidur (Morphin), namun diproduksi secara sehat oleh tubuh sendiri, dan disebut-sebut juga sebagai penghilang rasa nyeri, bahkan jauh lebih kuat dari Morphin.

 Bagaimana hormon endorfin ini diproduksi.?

 Saat kita berpikir positif,  emosi positif, berbuat baik positif, bersyukur, maka secara otomatis, tubuh akan mengeluarkan hormon Endorfin. 

Saat kita berpikiran baik, positif, tersenyum, berbahagia dalam hidup, akan lebih banyak hormon endorfin yang keluar. 

Kalau banyak orang bertanya bagaimana mencari kebahagiaan dan ingin mendapatkannya...? 

Ternyata tidak perlu jauh-jauh karena yang kita cari ada di tubuh kita sendiri.

Kalau pikiran dan hati kita positif, maka tubuh akan menghasilkan hormon kebahagiaan lebih banyak. Tidak perlu mencari-cari sumber kebahagiaan dari luar sana, hanya melihat ke dalam diri sendiri, maka kebahagiaan dan juga kesehatan akan didapatkan.

Menariknya, hormon kebahagiaan ini / hormon endorfin ini: Meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga kita tidak mudah sakit, dan berumur panjang.

Jadi, kalau sering loyo, sering sakit, pegel-pegel, bisa jadi karena banyak pikiran dan emosi negatif yang dikeluarkan, sehingga hormon Endorphin tidah keluar.

Bagaimana agar hormon endorfin ini bisa keluar.? Saya rangkumkan dari buku "Man Jadda Wajada 3,  yaitu : Tips Hidup Sekali Sukses Berkali-Kali".

 1. BANGUN MINDSET POSITIF.

Berpikir positif. Setiap sesuatu mempunyai dua sisi, yaitu POSITIF dan NEGATIF.

Lihatlah segala sesuatu dari sisi "positifnya" saja. Sehingga yang ada dalam pikiran kita adalah hal-hal baiknya saja. Kalau yang kita pikirkan adalah sisi negatifnya saja, maka yang terjadi adalah "pikiran  menjadi negatif". Marah, kesal, dendam, dls. nya

Sedikit saja hal-hal negatif itu ada pada kita, maka bukan hormon kebahagiaan yang keluar, tetapi hormon KORTISOL, yang dapat menyebabkan sakit jantung, menaikkan tekanan darah dan gula darah. 

SELALU BERSYUKUR, akan merangsang keluarnya hormon Endorphin / hormon kebahagiaan, dan ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh. 


 2. Bangun perasaan dan emosi positif, Buang semua emosi negatif seperti, marah, dendam, takut, sedih, iri hati, merasa dizhalimi, dls.nya.

Sebaliknya, bangun emosi positif seperti: cinta, kegembiraan, semangat, antusiasme.

Dengan kita menebarkan cinta di rumah, di kantor, pada teman, dan di manapun berada, akan membuat merangsang keluarnya hormon Endorphin / hormon kebahagiaan tadi. Sehingga badan lebih sehat dan kuat.


 3. LAKUKAN KEBAIKAN SETIAP SAAT.

Mengerjakan kebaikan akan merangsang keluarnya hormon Endorphin / hormon kebahagiaan yang "luar biasa" karena merasa dirinya bermanfaat.

⍟Jadi: Ingin sehat....?? Mulailah dengan:

 Berpikir lebih positif. Lihat semua dari sisi baiknya. Karena kesempurnaan hanya milik Alloh.

 Mengeluarkan emosi yang positif: gembira, semangat, cinta, dls.nya.

 Bertindak positif setiap hari, buatlah orang-orang di sekitarmu menjadi senang....!!!

SALAM BAHAGIA, SALAM ENDORFIN.

Selasa, 15 Juni 2021

MENUNTUT ILMU SEPANJANG HAYAT

Departemen Rekruitmen dan Training PSDM One Day One Juz


*ODOJ SPIRIT MESSAGE (OSM)*

Manusia diciptakan Allah  _Subhanahu wata'ala_ untuk suatu tujuan yang besar dan misi yang penting yaitu beribadah kepada Allah _subhanahu wata'ala_ semata.


Pengertian ibadah sangatlah luas dan tidak hanya terbatas pada ritual-ritual khusus semata. Semua aktivitas manusia yang dilakukan dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Sang Khaliq dan sejalan dengan ridha-Nya maka ia termasuk ibadah. 


Aktivitas yang diridhai-Nya adalah aktivitas yang telah diperintahkan, baik yang hukumnya wajib, sunnah ataupun mubah yang bermanfaat, sementara yang hukumnya haram, makruh, mubah yang sia-sia adalah perkara yang dibenci-Nya. 


Oleh karena itu, supaya kita tahu aktivitas yang bernilai ibadah dan memperbanyaknya, maka kita harus mengetahui hukumnya yaitu dengan menuntut ilmu. 


Kewajiban menuntut ilmu tidak memandang batasan usia, melainkan seumur hidup. Sabda Nabi _sholallahu 'alaihi wasallam_:


أُطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْْدِ (رواه مسلم)


 Artinya, _“Carilah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk ke liang lahat”_(HR. Muslim)


Jadi, sesibuk apapun kita, yuuk semangat menuntut ilmu syar'i, sehingga kita bisa memperbanyak aktivitas yang bernilai ibadah dan terjauhkan dari perkara yang sia-sia serta mendatangkan dosa, karena manusia juga berkewajiban untuk menjaga dirinya dari setiap perbuatan di dunia yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.


Tatik Ummu Adzkia

-Dept. Rekruitmen dan Training PSDM-


OSM-1757/2020

•••┈┈•┈┈•⊰✿💐💐✿⊱•┈┈•┈┈•••

Allah Maha Indah dengan Asmaul Husna nya, dan menyukai Keindahan. 


Mencintai lingkungan erat sekali dengan Islam, sebagai  agama yang "Rahmatan lil alamiin". 


Kenapa? karena dengan mencintai lingkungan, berarti menjaga _hablum minannas_, kepada sesama manusia, hewan, maupun tumbuhan di seluruh alam.


Rasulullah SAW bersabda : "Bila ada seorang muslim menanam tumbuhan lalu dimakan oleh burung atau manusia atau hewan, maka itu terhitung sebagai sedekah orang tersebut." (HR. Bukhori)


Kita perlu memperbaiki hubungan kita dengan Sang Maha Pencipta alam semesta. Tidak sedikit musibah datang karena perilaku manusia yang menyimpang.


Wallahu alam.


Yuuk gabung bersama komunitas kami 🤗

Klik aja yaa ⤵️ https://onedayonejuz.org/daftar

#MariMengajiTanpaTapi #marimengaji #indonesiacintaquran #IndonesiaCintaAlQuran

#ngajitiaphari #komunitas #odoj #seharisatujuz #seharisetengahjuz  #onedayonejuz #yukngaji #bacaquranrutin #cintalingkungan


PANASIN MESIN

((Sumber: copas dari grup ODOJ tanpa sumber referensi juga))

Yang namanya iman manusia itu kadang bertambah dan kadang berkurang. Sering kita lagi semangat banget buat ibadah, tp gak jarang juga datang rasa malas. 


Wajar gak kita suka malas? Wajar asal jangan kelamaan. Dan kalo berasa hati ini lagi kurang semangat, baiknya kita namakan diri kita lagi "panasin mesin".


Jangan bilang lagi malas, lagi down, lagi turun iman. Wah negatif banget kalimatnya. Ingat kalimat negatif akan merangsang emosi jadi negatif juga.


Kalimat yang kita ucapkan atau yang sekedar ada dalam pikiran kita, menentukan apa tindakan kita. Maka nya ganti dengan kalimat yang makna nya sama tapi sugesti nya positif.


Kalo kita lagi panasin mesin mobil, kan biasanya karena mobilnya mau kita pakai jalan. Jadi konotasinya mobil emang lagi berhenti tapi sudah siap melaju. Asik kan.


Insya Allah kalo setiap kita lagi malas, kita ganti istilah nya dengan "panasin mesin", itu pertanda sudah siap mau melaju lagi semangatnya.


Setuju ya ? Maaf nih tulisan saya hari ini kurang mengena. Maklum saya menulis sambil panasin mesin.


⏲ Waktunya bangun dan berubah dari tidur panjang kita !

Minggu, 13 Juni 2021

KELUARGA MUSLIM (Bag. 4)

 Pemateri: Ustadz Dr. Wido Supraha, M.Si.

 Wahai Ayah Bunda Engkau Muaddib 

D. Adab itu Berawal dari Kedisiplinan Berpikir


Manusia diciptakan Allah dengan 3 (tiga) unsur besar, yakni akal (mind), jiwa (soul) dan jasad (body). Akal meraih pengetahuan, jiwa menghayati apa yang telah diketahui hingga berbuah kepahaman, dan jasad siap menjalankan apapun yang diperintahkan jiwa berbasis penghayatannya.


Akal memiliki posisi paling awal dan paling mulia dalam dunia pendidikan. Al-Qur’an mendorong pembacanya untuk aktif menggunakan akalnya untuk berpikir. Dalam bentuk kata kerja, kata akal digunakan sebanyak 22 kali (ya’qilun) dan 24 kali (ta’qilun).


Akal dituntut untuk terus berpikir, terutamanya berpikir tentang ayat-ayat Allah, baik yang tertulis (qauliyah) maupun yang tersebar di muka bumi (kauniyah). Proses berpikir dimulai dari membaca (iqra), mengamati (observation), meneliti (exploration), dan ekspedisi (comparation). Akal pada akhirnya memberikan informasi selengkap dan sejelas mungkin untuk dihidangkan kepada jiwa.


Kelengkapan informasi yang dimiliki oleh akal inilah yang kemudian akan dicerna, dicoba untuk dipahami, hingga dihayati oleh jiwa. Jiwa atau kalbu adalah karunia besar kepada manusia. Kalbu inilah yang tidak dimiliki oleh hewan. Allah ﷻ berfirman dalam surat Al-A’rāf [7] ayat 179:


وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ لَهُمۡ قُلُوبٞ لَّا يَفۡقَهُونَ بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٞ لَّا يُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٞ لَّا يَسۡمَعُونَ بِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡغَٰفِلُونَ


Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.


Seseorang yang tahu tentu berbeda dengan yang paham. Target pendidikan bukan sekedar melahirkan manusia yang tahu, tapi hingga manusia yang paham mendalam. Jika manusia berawal hidup di muka bumi ini dalam kondisi belum mengetahui (jahl), maka pendidikan akan membawanya terus meningkat kepada posisi mengetahui (‘alim), terus kepada posisi memahami (fahim), dan berakhir pada posisi memahami dengan sangat mendalam (faqih). Proses pendidikan ini yang disebut dengan tafaqquh. Rasulullah ﷺ pernah bersabda:


مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ


Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama.


[HR. al-Bukhari No. 71 dan Muslim No. 1037]


Penghayatan yang mendalam adalah proses yang harus dilalui agar terlahir kepahaman, dan karenanya ilmu akan membawa kepada terbukanya hakikat Allah. Jika ilmu hanya berhenti pada mengetahui, sementara hati tidak memahami, maka hati tidak akan dapat menggerakan jasad untuk bergerak melahirkan amal-amal kebaikan.


Manusia perlu memiliki alasan-alasan kunci atas segala sesuatu yang dilakukannya. Jika seseorang mampu menghadirkan minimal 1 (satu) saja alasan maka ia akan bertahan bahkan optimal dalam kebaikan yang telah dimulainya. Jika tidak, akan selalu ada sekian banyak alasan untuk meninggalkan kebaikan yang telah dilakukannya.


Al-Qur’an memberikan bimbingannya tentang bagaimana membangun kedisiplinan berpikir. Bimbingan ini akan melahirkan struktur berpikir yang komprehensif, terstruktur dan sistematis. Keteraturan dalam proses berpikir inilah yang disebut sebagai kedisiplinan berpikir dan keadilan berpikir.


Disiplin berpikir akan melahirkan kemampuan untuk memprioritaskan apa yang terbaik di antara yang baik. Selanjutnya akan mudah menyusun tahapan-tahapan yang harus dilalui. Begitu pula akan tergambar secara detail apa-apa yang harus diketahui.


Mempelajari apapun pada dasarnya terhukumi wajib. Namun di antara yang wajib itu ada yang bersifat wajib individu (fardhu ‘ayn) dan wajib kelompok (fardhu kifayah). Allah ﷺ membimbing manusia untuk mendahulukan tafaqquh fi ad-Dīn sebagai bagian dari wajib individu karena terkait keselamatan di dunia dan akhirat, knowledge of pre-requisites, sebelum ilmu untuk kehidupan dan tugas jasadnya di dunia, knowledge of sciences. Allah ﷻ berfirman dalam surat At-Taubah [9] ayat 122:


۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ


Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.


Kedisiplinan berpikir akan mendorong lahirnya kedisiplinan jiwa, dan pada akhirnya akan tercermin pada kedisiplinan jasad. Keputusan-keputusan apapun di dunia pasti berawal dari kedisiplinan berpikir manusia. Islam hadir membawa pada keteraturan.


Proses pendidikan manusia dengan demikian harus berujung pada target yang jelas. Ketiadaan target tidak akan melahirkan kesibukan untuk menjalani program kerja yang harus disusun secara bertahap menuju target dimaksud. Disebutkan bahwa dalam proses memperbaiki diri, terdapat 10 (sepuluh) capaian (muwashshafat) yang perlu dicapai[3]:


إِصْلاَحُ نَفْسِهِ حَتَّى يَكُوْنَ: قَوِيَّ الْجِسْمِ، مَتِيْنَ الْخُلُقِ، مُثَقَّفَ الْفِكْرِ، قَادِرًا عَلىَ الْكَسْبِ, سَلِيْمَ اْلعَقِيْدَةِ، صَحِيْحَ اْلعِبَادَةِ، مُجَاهِدًا لِنَفْسِهِ، حَرِيْصًا عَلَى وَقْتِهِ، مُنَظَّمًا فيِ شُؤُوْنِهِ، ناَفِعًا لِغَيْرِهِ، وَذَلِكَ وَاجِبُ كُلِّ أَخٍ عَلَى حِدَّتِهِ


Memperbaiki dirinya hingga tercapai: kekuatan jasad, kebagusan akhlak, keluasan wawasan berpikir, kemandirian ekonomi, sehingga memudahkan tercapainya akidah yang lurus, ibadah yang benar, mujahadah jiwa, penghormatan waktu, keteraturan urusan, kemanfaatan diri bagi lingkungannya, dan hal ini wajib bagi setiap manusia untuk meraihnya.

(Bersambung) 

Wallahu a'lam bish showab

Kamis, 10 Juni 2021

KELUARGA MUSLIM (Bag. 3)

Pemateri: Ustadz Dr. Wido Supraha, M.Si.


📋 Wahai Ayah Bunda Engkau Muaddib 

C. Membagi Nikmat Adab, bukan Mengajarkan Adab


Menjadi seorang muaddib, bukanlah sekedar mengajarkan adab kepada murid, baik murid biologis maupun murid ideologis. Seorang muaddib sejatinya sekedar membagi apa-apa yang telah ia nikmati dari adab. Hal ini karena siapapun yang telah menikmati adab-adab baik yang telah ia pelajari, maka akan tumbuh energi kebaikan yang berlebih dalam dirinya, dan kelebihan itulah yang dibaginya kepada murid-muridnya.


Membagi kelebihan dari kebaikan dirinya yang meluap atau meluber itu akan mendorong getaran-getaran ketulusan atau keikhlasan yang akan masuk ke dalam relung jiwa seorang murid dengan sangat efektif. Hal ini tidak akan diperoleh dengan hanya menyampaikan apa yang diketahui, namun lebih dari itu, mengalirkan apa yang telah dinikmati.


Ketika muaddib mengetahui pelajaran baru tentang adab-adab buruk, maka yang segera terlintas dalam jiwanya adalah sederet daftar lengkap tentang dirinya untuk menjadi bahan evaluasi, adakah dirinya memiliki sebagian dari adab-adab buruk tersebut. Sadar akan kekurangan diri adalah awal perbaikan diri. Tidak sadar akan kekurangan diri akan sulit diperbaiki.


Membagi nikmat adab dengan demikian berbeda dengan mengajarkan adab. Sudut pandang membagi nikmat adab akan melahirkan energi membagi dengan penuh cinta, bukan emosi tanpa rencana. Membagi akan melahirkan semangat kolaboratif di antara muaddib untuk hasil maksimal dari anak didiknya.


Dengan demikian, memperhatikan tumbuh berseminya adab pada diri sendiri jauh lebih prioritas dan utama sebelum berpikir untuk menanamkan adab pada orang lain, seperti muridnya.


Allah ﷻ berfirman dalam Surat Al-Baqarah [2] ayat 44 dan Surat Ash-Shaff [61] ayat 3:


۞أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ


Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?


كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ


Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.


Menegakkan adab wajib dimulai dari hal-hal yang paling kecil. Tidak lahir peradaban kecuali dibangun oleh orang-orang yang mencintai dan tidak meremehkan adab-adab baik. Sekecil apapun sebuah kebaikan, tetap besar di sisi Allah.


Suatu ketika Rasulullah ﷺ pernah menyampaikan pengadaban kepada murid-muridnya:


عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ


Dar ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.”


[HR. Tirmidzi No. 6469]


Hadits ini mendidik jiwa manusia untuk profesional dalam membaca setiap huruf dalam Al-Qur’an. Profesionalismenya akan dibalas Allah ﷺ dengan sesuatu yang lebih baik. Jika satu huruf sederhana seperti ‘alif’ tidak diremehkan, maka ini potensi besar untuk kemudian kelak dapat mengamalkan seluruh ayat-ayat suci-Nya yang berjumlah 6236 ayat. Jangan bersemangan ingin menegakkan agama sebelum terbiasa menegakkan setiap huruf di dalam Al-Qur’an.


Orang tua lebih wajib menanamkan adab pada jiwa anaknya, murid biologisnya. Jangan sampai anaknya tumbuh besar tanpa ada kontribusi apa pun dari Ayah Bundanya. Tidak menjadi orang tua yang diam dan autis, sibuk dengan pekerjaannya sendiri, melainkan selalu kreatif dan komunikatif. Allah ﷻ berfirman dalam Surat Luqman [31] ayat 16:


يَٰبُنَيَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٖ فَتَكُن فِي صَخۡرَةٍ أَوۡ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ أَوۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ يَأۡتِ بِهَا ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٞ


(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.


(Bersambung) 

Wallahu a'lam bish showab

Kamis, 03 Juni 2021

KELUARGA MUSLIM (Bag. 2)

  Pemateri: Ustadz Dr. Wido Supraha, M.Si.

📋 Wahai Ayah Bunda Engkau Muaddib 


B. Pendidikan itu Ta’dib


Pendidikan adalah proses untuk meneteskan ‘sesuatu’ secara perlahan-lahan kepada manusia. Ini definisi dasar secara umum dalam perspektif Barat. Dalam pengembangannya, pendidikan adalah proses memfasilitasi pembelajaran, atau penanaman pengetahuan, kemampuan, nilai, keyakinan, dan kebiasaan.


Barat mengerti bagaimana teknik memfasilitasi lahirnya pendidikan modern, namun kesulitan dalam menentukan apakah ‘sesuatu’ yang baik untuk ditanamkan ke dalam jiwa manusia. Hal ini karena sejarah Barat adalah sejarah kelanjutan peradaban Islam namun dengan dihilangkannya jejak-jejak Tuhan dari isinya. Pada akhirnya Barat hari ini harus lebih banyak menelurkan spekulasi filosofis daripada melanjutkan proses pendidikan yang pernah melahirkan kegemilangan peradaban Islam di masanya.


Allah ﷻ telah berfirman dalam Surat At-Tahrim [66] ayat 6:


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ


_"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."_


Ayat ini menyeru kepada orang-orang yang mengaku beriman kepada-Nya untuk menjaga dirinya dan kemudian menjaga keluarganya dari api neraka. Menurut ‘Ali ibn Abi Thalib r.a., makna menjaga keluarga dari api neraka adalah dengan proses pendidikan agar tertanamnya adab dan ilmu dalam diri keluarga.


Tanggung jawab ini dibebankan kepada orang-orang beriman, Ayah dan Bunda.


Suka tidak suka, di saat Allah ﷻ telah menitipkan amanah anak, maka pada saat itu, Ayah Bunda, dinobatkan sebagai pendidik. Pendidik itu bukan saja digugu, namun juga ditiru. Persoalannya adalah, proses peniruan ini boleh jadi lebih efektif daripada proses pengguguan.


Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, adab bermakna mendisiplinkan pikiran dan jiwa. Adab terlahir sebagai buah dari kelengkapan sifat-sifat baik dalam pikiran dan jiwa. Sebuah kedisiplinan untuk melakukan yang benar dan meluruskan kesalahan.


Proses penanaman adab inilah esensi pendidikan dalam pandangan hidup Islam (Islamic Worldview) sehingga menargetkan lahirnya manusia beradab (a good man), bukan sekedar warga negara baik (a good citizen). Warga negara baik belum tentu lahir dari manusia baik, namun manusia baik akan selalu ingin menjadi warga negara yang baik.


Di dalam bahasa Arab, pendidikan itu sendiri terkadang menggunakan diksi ta’lim, tadris, tadrib, atau tarbiyah. Namun al-Attas meyakinkan murid-muridnya bahwa ada diksi yang lebih komprehensif dan mencakup seluruh diksi pendidikan yang ada, yakni ta’dib. Diksi ini terpilih sebagaimana sudut pandang pendidikan sebagai proses secara bertahap untuk menanamkan adab ke dalam jiwa manusia.


Ayah Bunda yang belum siap menjadi pendidik di saat amanah telah dibebankan, tidak punya pilihan lain kecuali segera mempersiapkannya. Seorang pendidik selalu bekerja menanamkan adab dalam jiwa manusia dan karenanya ia dipanggil sebagai muaddib. Seorang muaddib adalah juga sosok mu’allim, mudarris, mudarrib, dan murabbi.


(Bersambung) 


Wallahu a'lam bish showab

Rabu, 02 Juni 2021

KELUARGA MUSLIM Bagian 1

 Pemateri: Ustadz Dr. Wido Supraha, M.Si.


📋 Wahai Ayah Bunda Engkau Muaddib 

A. Di Balik Kelelahan Selalu Ada Kebahagiaan

Ayah Bunda, di kala Allah ﷻ menitipkan anak, sejatinya Allah ﷻ Maha Mengetahui bahwa siapapun yang dititipi-Nya pasti mampu mengemban amanah itu. Bukankah Allah ﷻ telah menutup surat Al-Baqarah dengan firman-Nya:


لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡهَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ


_"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”._


Mendidik anak bukanlah pekerjaan sambilan, karena tentu tidaklah pantas mengemban amanah Allah dengan teknik ‘sambilan’. Pekerjaan yang dilakukan dengan tidak profesional (ihsan, itqan), tidak akan menghasilkan prestasi yang maksimal. Padahal, Ayah Bunda jangan sampai lupa bahwa target orang tua adalah melahirkan generasi yang membahagiakan Rasulullah ﷺ kelak di Jannah. Rasulullah ﷺ berpesan:


تَزَوَّجُوْا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى


_“Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari Kiamat, dan janganlah kalian seperti para pendeta Nasrani.”_


Bangganya Nabi ﷺ  pada jumlah umatnya yang banyak, bukanlah sekedar pada aspek kuantitas-nya, namun tentunya dibanggakan karena aspek kualitasnya. 

Kualitas yang terwujud dalam kondisi kebahagiaan (as-sa’adah) di Jannah. Peran dan kelelahan Ayah Bunda adalah bagian dari kerja bersama umat Islam sepanjang sejarah zaman.


Tidak ada kebahagiaan tanpa didahului kelelahan. Lebih baik lelah di awal dan meraih ketenangan jiwa di akhir kehidupan. Lebih baik banyak menangis di awal daripada menangis di akhir. Selalu ada kebahagiaan di akhir sebuah kelelahan. 


Wallahu a'lam bish showab