email dari seorang temenn
Sebuah
kisah yang sangat menyentuh dan baik untuk tauladan bagi siapa saja yang
membacanya.Bener2 bagus dan indah maknanya, serta sangat mengharukan.
Kisah di
bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni Jerman,atau warga Indonesia yg bermukim
atau pernah bermukim di sana.Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan
direnungkan seumurhidup
==================================
Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja
menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah
Sosiologi.
Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang
saya harapkan setiap orang memilikinya.
Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya
diberi nama "Smiling."
Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan
memberikan senyumnyakepada tiga orang asing yang ditemuinya dan
mendokumentasikan reaksimereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk
mempresentasikandidepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah
bersahabat danselalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas inisangatlah
mudah.
Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui
suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk
pergi kerestoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat
dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela
dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk
yang masih kosong.
Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk
dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan
orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.
Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika
berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik
itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat,
ternyata tepat dibelakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat
dekil!
Saya
bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.
Ketika
saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek,
yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum"
kearah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga
memancarkan kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah
ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu.
Ia menyapa "Good day!" sambil tetap
tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar
makanan yang akan dipesan.
Secara spontan saya membalas senyumnya, dan
seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedangmemainkan tangannya dengan
gerakan aneh berdiri di belakang temannya.
Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu
menderita defisiensi
mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah
"penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa
ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami
bertiga tiba2 sajasudah sampai didepan counter.
Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada
saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan
duluan.
Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja,
satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang
mampu dibeli oleh
mereka (sudah menjadi aturan direstoran disini,
jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus
membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan
badan.
Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat
saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari
tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang hamper semuanya sedang
mengamati mereka.. Pada saat
yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu
juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya.
Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu
menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket
makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah.
Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan
petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat
duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan
melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk
beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan
meletakkan tangan saya di atas punggung telapaktangan dingin lelaki bemata biru
itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian
berdua."
Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya,
kini mata itu mulai basah ber-kaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima
kasih banyak, nyonya." Saya mencoba
tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata
"Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga
berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk
menyampaikan makanan ini kepada kalian." Mendengar ucapan saya, si Mata
Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak.
Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu.
Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya
berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak
jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan
tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Allah
swt mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan
'keteduhan' bagi diriku dan anak-2ku! " Kami saling berpegangan tangan
beberapa saat dan saat itu kami benar2 bersyukur dan menyadari,bahwa hanya
karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu
Memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat
sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.
Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari
tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya,
mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan'
dengan kami. Salah satu diantaranya,
seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah
memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu
saat saya diberi kesempatan oleh Allah, saya akan lakukan seperti yang telah
kamu
contohkan
tadi kepada kami."
Saya hanya bisa berucap "terima kasih"
sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk
melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan
bathin kami,mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu melambai-2kan tangannya
kearah kami. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah
saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang
tidak pernah terpikir oleh saya.
Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa
'kasih sayang' Allah itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!
Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah
dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen
saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya
ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikanceritamu
ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan.Ketika akan
memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan
paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun
mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi
sunyi. Dengan cara dan
gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan
ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut
melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi
yang duduk dideretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya
untuk mengungkapkan perasaan harunya.
Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen
sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis
diakhir paper saya.
"Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan
mengetahui betapa 'dahsyat'
dampak
yang ditimbulkan oleh senyummu itu."
Dengan
cara-Nya sendiri, Allah telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang
yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri
kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran
terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN
TANPA
SYARAT."
Banyak
cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para
pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini
diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara
“MENCINTAI
SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI
HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGANMEMANFAATKAN SESAMA!”
Jika anda
berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, Teruskan cerita ini kepada
orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat' yang akan
menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini
akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu
(sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!
Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang
dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan
meninggalkan JEJAK di dalam
hatimu.
Untuk
berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu.
Tetapi
untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan
uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan
lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya!
Allah
menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi Allah
tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka,
hewan itu
tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar